PERENCANAAN PROGRAM PRASARANA PENDIDIKAN
DI KOTA SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan diberlakukanya UU No. 32 tahun 2004. Tentang Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), membawa dampak pada sektor pendidikan, dimana pendidikan di daerah sepenuhnya, menjadi tanggung jawab daerah, pemerintah pusat hanya bertanggung jawab pada sisi kurikulum nasional, evaluasi dan monitoring. Fakta ini menyebabkan, Dinas pendidikan harus dapat menggali semua potensi daerah, di dalam merumuskan strategi dan kebijakan pendidikan di daerahnya.
Faktor pembiayaan bidang pendidikan, sedikit banyak akan berpengaruh di dalam usaha penyediaan sarana dan prasaran pendidikan, mengingat kemampuan dari setiap daerah, akan berbeda, kaitanya dengan alokasi dana DAU, yang masih dominan sebagai sumber pembiayaan utama . Terdapat 3 (tiga) mekanisme alokasi dana bidang pendidikan, ketiga model tersebut adalah : (i) dana dekonsentrasi; (ii) dana yang langsung ke kabupaten/kota; dan (iii) dana yang langsung ke sekolah. Dana dekonsentrasi diberikan oleh pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Dana yang langsung ke kabupaten/kota disebut Dana Alokasi Umum (DAU). DAU merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah). Tujuannya adalah untuk mencapai keseimbangan kemampuan keuangan antar daerah (Lampiran Keputusan Presiden RI No. 1/2003). Melalui sistem block grant, pemerintah daerah diberi keleluasaan mengelola dana tersebut dalam hal besarnya dana yang dialokasikan untuk setiap sektor, termasuk sektor pendidikan. Hal ini cenderung mengakibatkan munculnya perbedaan pola dalam penggunaan DAU oleh kabupaten/kota, tergantung pada anggaran masing-masing yang ada.
Ada juga sumber pembiayaan pendidikan yang mengklasifikasikan ke dalam 4/5 kelompok input. Dimana Strategi pembiayaan disusun dengan memperhitungkan proyeksi (a) pendapatan asli daerah (PAD); (b) dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK); (c) dana otonomi khusus dan penyeimbang; dan (d) perkiraan alokasi belanja pemerintah pusat berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan (DTP). (e) Sumber pendanaan lainnya yang dapat diperhitungkan adalah bantuan luar negeri, khususnya untuk pembiayaan program-program prioritas.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003) terdapat beberapa prinsip, dalam beberapa pasal, yang terkait dengan sistem pembiayaan pendidikan :
- Pasal 46 pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
- Pasal 47, sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan dan berkelanjutan
- Pasal 49 ayat (1) mengamanatkan: “Di luar gaji guru dan biaya pendidikan kedinasan, sektor pendidikan mendapat alokasi dana minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)”.
Dengan kondisi ini, peningkatan prasarana pendidikan, akan terkait erat dengan kondisi dan potensi dari setiap daerah, yang diartikulasi dari kemapuan sumber keuangan daerah meraka (APBD kab/kota).
Pada sisi yang lain, Ada korelasi yang kuat antara usaha peningkatan mutu pendidikan dengan ketersediaan prasarana pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Mengacu dari Renstra Depdiknas, yang menetapkan 3 strategi kebijakan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan, yang meliputi :
1. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan;
2. Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan
3. Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan.
Dari 3 strategi kebijakan Depdiknas tersebut, dua strategi pertama sangat terkait erat dengan faktor penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, sebagai faktor yang menunjang usaha peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar